Kondisi Distribusi Listrik di Indonesia, Apakah Sudah Merata?

Di tengah pandemi COVID-19 yang mengharuskan semua orang untuk lebih banyak di rumah, listrik menjadi kebutuhan utama untuk bekerja dan belajar dari rumah. Hal ini menggambarkan betapa berharganya distribusi listrik untuk membantu kegiatan beraktivitas setiap hari. 

Sayangnya, tidak semua wilayah mendapatkan distribusi listrik yang merata. Berdasarkan data dari Tracking SDG 7: The Energy Progress Report 2020, sebanyak 789 juta orang tidak memiliki akses energi listrik. Ini berarti masih banyak orang yang semakin kesulitan bertahan hidup selama di rumah saja. 

Statistik penyebaran listrik di Indonesia

Berdasarkan data Kementerian ESDM tentang Sebaran Pembangkit Listrik di Indonesia, distribusi listrik terlihat “berat sebelah” dengan pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara sebagai titik berat distribusi listrik di Indonesia. Kemudian, disusul dengan wilayah Sumatra, Sulawesi, Kalimantan. Sementara wilayah dengan distribusi listrik terendah adalah Maluku dan Papua. 

Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara berada di urutan paling atas dengan kapasitas listrik 44,8 gigawatt (GW), Sumatra berada pada urutan kedua dengan kapasitas listrik 14,7 GW. Meski belum begitu merata, data tersebut mengakui bahwa kapasitas listrik terus bertambah. Bahkan, berdasarkan data pada Juni 2020 lalu, kapasitas listrik di Indonesia sudah mencapai 70.964 megawatt.

Tantangan yang ditemui

Dalam melakukan distribusi listrik ke seluruh wilayah di Indonesia, PT PLN (Persero) mengakui banyaknya tantangan yang dihadapi salah satunya dalam hal transmisi. Faktanya, produksi tenaga listrik yang dihasilkan pembangkit yang dibangun tidak dapat dialirkan ke wilayah yang memerlukan aliran listrik tanpa adanya transmisi dan distribusi. 

Direktur Utama PT PLN Zulkifli Zaini menjelaskan bahwa pada saat pembangunan transmisi inilah tantangan ditemukan, yaitu pembebasan lahan jalur transmisi terutama lahan yang masuk ke dalam kawasan hutan lindung. 

Tak kalah sulit, tantangan lain yang dihadapi PT PLN (Persero) adalah adanya beban kelistrikan yang tidak tersebar secara merata. Berdasarkan informasi yang ada, Jabodetabek memang menjadi wilayah dengan pemakaian listrik terbesar dibanding wilayah lain baik di Jawa atau luar pulau Jawa. Beban listrik tersebut mampu menghadirkan potensi losses yang akan berdampak pada kualitas dan keandalan sistem.

Usaha pemerintah dalam menemukan solusi

Pada November 2020 lalu, Arifin Tasrif selaku Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan situasi yang sulit di tengah pandemi COVID-19 ini harus menjadi momen yang baik untuk menjaga ketahanan energi dengan cara mendorong transisi energi.

Ia juga menjelaskan bahwa berbagai kebijakan sudah dilakukan pemerintah, salah satunya upaya transisi energi dengan cara meningkatkan fleksibilitas pengembangan pembangkit energi baru terbarukan (EBT) yang tertulis dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) 2019-2028.  

Usaha lainnya adalah pengembangan smart grid yang sudah sesuai dengan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2019—2038. Pada 2020 lalu, smart grid sudah mulai diimplementasikan di beberapa daerah di Jawa–Bali dan akan diterapkan pada sistem di luar Jawa-Bali secara bertahap.

Tak hanya itu, pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap juga dilakukan pemerintah. Hingga semester I-2020, total kapasitas PLTS Atap yang telah dipasang telah mencapai 11,5 MWp dengan 2.346 pelanggan.

Peran swasta mendukung pemerintah

Hampir semua gedung Kementerian ESDM telah menggunakan PLTS Atap. Salah satunya Gedung Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE) Kementerian ESDM yang berada di Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta Pusat.

Sekretaris Ditjen EBTKE Kementerian ESDM, Halim Sari Wardana, berharap gedung-gedung pemerintah, lembaga, swasta, maupun komersial di kota-kota besar juga mendukung percepatan PLTS Atap ini. Sebanyak 20% dari luas atap yang dimanfaatkan untuk PLTS sudah cukup berkontribusi dalam mengurangi polusi.

Beberapa perusahaan swasta di Jawa Tengah kini ikut membantu pemerintah dalam meningkatkan penggunaan PLTS Atap. Beberapa di antaranya adalah PT Danone di Klaten, PT Phapros di Semarang, perusahaan garmen di Ungaran, dan PT Unza Vitalis di Salatiga. 

Peran PLTS Atap

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengajak masyarakat untuk memasang PLTS Atap sama seperti yang dilakukan pemerintah. Berdasarkan penuturannya, pemasangan PLTS Atap mampu mendukung program energi bersih dan dapat menghemat tagihan listrik bulanan. Itu sebabnya, PLTS Atap sangat berperan penting dalam distribusi listrik dan pengurangan polusi di Indonesia. 

Dalam rencana penggunaan PLTS, ada beberapa kendala yang menyebabkan sulitnya pemasangan hingga biaya perawatan yang terbilang cukup besar. Namun, sebenarnya bila dihitung kembali, pemasangan PLTS Atap seperti panel surya on-grid di atap mampu menjadi investasi yang menekan pengeluaran Anda kedepannya. Seperti dengan panel surya on-grid dari SolarKita. Mari berkontribusi kurangi polusi dengan memasang PLTS Atap di rumah atau bisnis Anda bersama SolarKita!

Written by Deslita Krissanta Sibuea | 10 Feb 2021